TWA Lejja Gelar Pattaungeng Bertema Ade’ Malebbina Soppeng, Perkuat Budaya dan Pariwisata -->

Translate


TWA Lejja Gelar Pattaungeng Bertema Ade’ Malebbina Soppeng, Perkuat Budaya dan Pariwisata

CELEBESINDO
Kamis, 04 Desember 2025

Soppeng, Celebesindo.com,— Tradisi adat Bugis Pattaungeng kembali digelar pada tahun ini dengan mengusung tema “Ade’ Malebbina Soppeng”. Prosesi budaya yang sarat nilai kearifan lokal tersebut akan berlangsung pada 6 Desember 2025 di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Lejja, salah satu destinasi unggulan Kabupaten Soppeng.

Pattaungeng merupakan tradisi tahunan masyarakat Bugis, khususnya di Soppeng yang biasanya dilaksanakan di lokasi sumber mata air, tempat yang diyakini sebagai anugerah dan berkah kehidupan. Mata air dipandang bukan hanya sebagai unsur alam, tetapi juga simbol keberlanjutan hidup, sumber pertanian, dan keseimbangan ekologis bagi masyarakat setempat.

Melalui ritual ini, masyarakat menyampaikan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas limpahan air yang menjaga kehidupan mereka. Prosesi Pattaungeng juga menjadi bentuk penghormatan terhadap leluhur yang telah mewariskan ade’ atau aturan adat dalam menjaga hubungan harmonis dengan alam. Tema “Ade’ Malebbina Soppeng” menegaskan bahwa nilai-nilai adat Bugis yang luhur tetap menjadi pedoman dalam kehidupan sosial masyarakat hingga sekarang.

Lebih jauh, Pattaungeng berperan memperkuat solidaritas sosial. Masyarakat dari berbagai usia turun bersama mempersiapkan ritual, bergotong royong, serta terlibat dalam setiap rangkaian kegiatan. Di dalamnya terbangun interaksi antar generasi, pewarisan nilai budaya, dan penguatan identitas Bugis Soppeng. Tradisi ini menjadi ruang perjumpaan, tempat generasi muda belajar langsung dari tetua adat mengenai kearifan lokal yang harus tetap dijaga.

Pelaksanaan Pattaungeng tahun ini juga dikaitkan dengan penguatan promosi wisata TWA Lejja. Direktur Perseroda Lamataesso Mattappa, pengelola TWA Lejja, Musdar Asman, menjelaskan bahwa kolaborasi antara pelestarian budaya dan pariwisata adalah langkah strategis untuk memperkenalkan Soppeng secara lebih luas.

“Pattaungeng adalah warisan budaya yang harus terus kita hidupkan. Tradisi ini mengajarkan rasa syukur, kebersamaan, dan hubungan yang selaras antara manusia dan alam. Di Lejja, nilai-nilai itu terasa sangat kuat karena dipusatkan pada sumber mata air yang menjadi berkah bagi masyarakat,” ujar Musdar.

Ia menambahkan bahwa penyelenggaraan ritual adat di kawasan wisata membuka ruang baru bagi promosi wisata berbasis budaya.

“Kami ingin menunjukkan bahwa Lejja bukan hanya tempat pemandian air panas, tetapi juga ruang budaya. Dengan menghadirkan Pattaungeng, pertunjukan seni tradisional, dan tema ‘Ade’ Malebbina Soppeng’, kami ingin wisatawan merasakan pengalaman lengkap, alamnya indah, budayanya kuat, dan masyarakatnya ramah. Ini bagian dari strategi pengembangan wisata berbasis budaya,” jelasnya.

Adapun rangkaian kegiatan Pattaungeng di TWA Lejja akan dimulai pagi hingga siang dengan prosesi adat. Kemudian dilanjutkan pentas budaya sore hingga malam, menampilkan beragam kesenian seperti Massure’, Mappadendang, Maggiri, Tari Pakkuru Sumange, Sere Afi, Tari Kreasi, serta penampilan Band Langgam.

Melalui paduan ritual adat dan pertunjukan seni, Pattaungeng diharapkan tidak hanya memperkuat ketahanan budaya masyarakat Soppeng, tetapi juga meningkatkan daya tarik wisata TWA Lejja. Tradisi ini menjadi wujud nyata bagaimana budaya, alam, dan masyarakat dapat berjalan beriringan dalam menjaga warisan leluhur sekaligus mendorong pembangunan pariwisata daerah.

(AMZ)