Parepare, Celebesindo.com, Dalam semangat membentuk wartawan yang tak hanya mahir menulis, tapi juga beretika dan adaptif terhadap zaman, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulawesi Selatan kembali menggelar kegiatan Orientasi Kewartawanan dan Keorganisasian (OKK).
Kegiatan ini berlangsung di Cafรฉ Media Parepos, Jalan Bau Massepe No. 2, Kecamatan Bacukiki Barat, Kota Parepare, Sabtu (12/7/2025).
Dengan mengusung tema “Jurnalisme Berkualitas dan Adaptif di Era Teknologi Kecerdasan Buatan”, acara ini menjadi wadah refleksi sekaligus pembekalan bagi lima puluhan peserta yang hadir dari berbagai daerah.
Wakil Ketua Bidang Organisasi PWI Sulsel, Ir. H. Abd. Manaf Rachman, membuka kegiatan dengan menyampaikan pesan hangat dari Ketua PWI Sulsel, Agus Alwi Hamu, yang berhalangan hadir.
Ia pun tak lupa membagikan kisah ringan dalam perjalanannya dari Makassar ke Parepare, kisah tentang menikmati semangkuk coto Makassar bersama Bendahara PWI Sulsel.
“Saya ingin mengajak kita semua untuk melihat bahwa pengalaman kecil, seperti menikmati coto di warung sederhana, adalah bagian dari cara wartawan membentuk kepekaan. Karena wartawan sejati tumbuh dari kemampuan membaca makna di balik keseharian,” ujar H. Manaf.
Menjadi Wartawan Bukan Sekadar Menulis
Dalam paparannya, H. Manaf menekankan pentingnya fondasi yang kokoh dalam menjalani profesi wartawan.
UU Pers No. 40 Tahun 1999, Kode Etik Jurnalistik, PD/PRT PWI, dan Etika Perilaku, menurutnya, bukan sekadar aturan, tetapi adalah cermin integritas seorang jurnalis.
“Seorang wartawan harus tahu batas antara keberanian dan pelanggaran etika. Jangan sampai kita terjebak pada sensasi, lalu melupakan substansi,” tegasnya.
Ia juga menjelaskan jenjang keanggotaan dalam PWI, serta kewajiban yang melekat pada setiap status anggota.
Pemahaman ini penting agar wartawan tidak hanya kuat dalam peliputan, tetapi juga kokoh dalam organisasi.
Wartawan di Era AI: Antara Peluang dan Ancaman
Dalam sesi terpisah, Akbar Hamdan, Direktur Pare Pos, menyampaikan materi tentang tantangan nyata yang dihadapi wartawan di era digital, khususnya dalam penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Ia mengingatkan bahwa meski AI menawarkan kecepatan dan kemudahan, wartawan tak boleh kehilangan ruh jurnalistiknya: verifikasi, kunjungan lapangan, dan kerja kolaboratif.
AI bisa membantu, tapi juga bisa menyesatkan.
"Disinformasi, hilangnya kredibilitas, dan kemunduran kualitas berita adalah risiko nyata jika teknologi tak disikapi dengan bijak,” jelas Hamdan.
Ia mencontohkan bagaimana AI bisa menghasilkan narasi hoaks atau halusinasi informasi jika digunakan tanpa kontrol redaksional yang baik.
Menyemai Jurnalis Berintegritas
Pada sesi diskusi, peserta aktif membahas berbagai kasus nyata di lapangan, mulai dari isu plagiat, perusahaan pers yang membawahi banyak media tanpa struktur jelas, hingga tekanan eksternal yang kerap dihadapi jurnalis.
H. Manaf menegaskan pentingnya etika perilaku wartawan sebagai benteng terakhir integritas.
Ia berharap peserta OKK tidak hanya lulus, tetapi juga mampu menghindari status TMS (Tidak Memenuhi Syarat), karena sejatinya kualitas wartawan bukan hanya diukur dari nilai akademis, melainkan dari sikap dan kesadaran etikanya.
Di akhir kegiatan, para peserta tidak hanya pulang dengan modal materi, tetapi juga dengan semangat baru yakni menjadi jurnalis yang berani, beretika, dan siap menghadapi masa depan.
(Red/YM)
