Tokoh yang Diabadikan Menjadi Nama Jalan di Takalala — Jln. H. A. Dado, Kelurahan Tetti Kenrarae, Marioriwawo, Soppeng
Di balik nama Jalan H. A. Dado yang melintang tenang di Kelurahan Tetti Kenrarae, Kecamatan Marioriwawo, Kabupaten Soppeng, tersembunyi kisah seorang tokoh besar Bugis yang memainkan peran penting dalam panggung politik, adat, dan diplomasi Kerajaan Soppeng. Ia adalah La Dado, bangsawan yang tidak hanya lahir dari darah biru, tetapi juga membuktikan dirinya sebagai pemimpin berpengaruh dan juru siasat ulung.
Latar Keluarga dan Keturunan
La Dado adalah putra dari La Palaloi, yang menjabat sebagai Aru Jampu, salah satu posisi aristokratik dalam struktur pemerintahan Bugis Soppeng. Ibunya adalah I Tubacina Besse Baring, perempuan bangsawan dari keluarga berpengaruh. Kelahiran La Dado dalam keluarga bangsawan membuatnya sejak muda akrab dengan dunia adat, kepemimpinan, dan strategi kekuasaan.
Jalur Kekuasaan: Dari Aru ke Sullewatang
La Dado mengawali kiprah politiknya sebagai Aru Labessi, lalu naik ke jabatan Aru Jampu—menggantikan kedudukan ayahandanya—dan kemudian menjadi Aru Mong. Ketiga posisi ini menunjukkan perjalanan karier yang mencerminkan kepercayaan masyarakat adat dan kekuasaan kerajaan terhadap kemampuannya.
Puncak dari karier kekuasaannya adalah saat La Dado dilantik menjadi Petta Sullewatang Marioriwawo, penguasa otonom yang memimpin wilayah Marioriwawo dengan tanggung jawab besar dalam menjalankan hukum adat (pangadereng), menjaga ketertiban, dan melindungi masyarakat.
Politik dan Diplomasi: Sang Juru Strategi Datu Soppeng
Peran La Dado tidak berhenti di wilayah lokal. Ia juga dikenal sebagai salah satu juru politik dan diplomasi dari Datu Soppeng. Ketika berlangsung pemilihan Datu Soppeng, La Dado ikut serta sebagai salah satu calon atau pendukung elite. Namun akhirnya, Aru Bila mengukuhkan La Wana Datu Botto sebagai Datu Soppeng terakhir, sebuah peristiwa penting dalam sejarah transisi kekuasaan kerajaan.
Alih-alih menjadi pesaing, La Dado menunjukkan sikap kenegarawanan dan memilih mendukung stabilitas kerajaan. Ia menjadi tokoh penting dalam menjembatani relasi antar-aristokrat serta memperkuat posisi Soppeng dalam jejaring politik Bugis.
Kehidupan Sosial: Keluarga, Kekayaan, dan Aliansi
La Dado dikenal memiliki 40 istri, yang dalam konteks adat Bugis bukan sekadar soal rumah tangga, melainkan bagian dari strategi aliansi politik dan sosial. Istri-istri tersebut berasal dari berbagai keluarga bangsawan Bugis, termasuk dari Baranti, Sidrap, menjadikan La Dado tokoh yang memiliki jaringan sosial luas dan pengaruh lintas wilayah.
La Dado juga dikenal sebagai seorang saudagar dan pengusaha lokal, terutama di bidang Pengolahan emas, yang menguatkan fondasi ekonominya dan menjadikannya tokoh terpandang, tidak hanya karena darah bangsawan, tetapi juga karena kecerdasan dan kemandirian ekonominya.
Warisan dan Penghormatan
Sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan atas jasa-jasanya dalam memimpin, menjaga nilai adat, dan membangun kekuatan politik lokal, nama La Dado diabadikan sebagai nama jalan:
Jln. H. A. Dado, terletak di Kelurahan Tetti Kenrarae, Kecamatan Marioriwawo, Kabupaten Soppeng.
Sumber : Rakkeang Culture Institut
