Makassar, Celebesindo.com, - Aliansi Media Jurnalis Independen Republik Indonesia (AMJI-RI) sangat prihatin setiap mendapatkan informasi yang mendiskreditkan wartawan yang belum memiliki sertifikat Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dan media yang belum terverifikasi di dewan pers.
Hal itu disampaikan Ketua Umum AMJI RI, Arham MS, saat dimintai tanggapannya, Sabtu (21/1/2023) di Makassar. Ia juga mengatakan UKW bukan syarat seseorang untuk menjadi wartawan, atau sebaliknya.
"Syarat untuk menjadi wartawan harus memiliki sertifikat UKW?, Pernyataan tersebut sudah sering kali dilontarkan, baik di forum diskusi maupun melalui media pemberitaan. Namun toh tetap masih berpolemik di lapangan,” ujar Arham.
Lebih lanjut Aktivis HAM Indonesia ini menjelaskan bahwa masih terdapat instansi pemerintahan di daerah khsusunya pada Dinas Kominfo yang memberlakukan syarat kerja sama dengan media, diminta melampirkan foto copy sertifikasi media dari dewan pers termasuk foto copy sertifikasi UKW.
Artinya, lanjut Arham bahwa, masih terjadi pembatasan terhadap wartawan yang belum UKW atau media yang belum terverifikasi. Ini yang harus menjadi fokus perhatian rekan-rekan pers, khsusnya pemimpin perusahaan dan pimpinan organisasi pers.
“Kami sangat mendukung, bahkan mengharuskan rekan-rekan wartawan untuk ikut UKW karena itu cukup penting dalam menambah kompetensi. Namun jangan kemudian UKW dijadikan standar kewartawanan seseorang atau media terverifikasi dijadikan sebagai syarat kerja sama,” paparnya.
Untuk itu, lanjut Arham yang juga Direktur PT. Media Jurnalis Indonesia ini mengajak seluruh insan pers untuk bersatu melawan "mindset" kesalahpahaman seperti itu. Lawan dengan pena, sampaikan bahwa sertifikat UKW bukan syarat utama menjadi wartawan, lulus UKW bukan jaminan produk jurnalistiknya berkualitas.
Lebih jauh Arham mengatakan, dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sudah sangat jelas disebutkan bahwa yang dimaksud perusahaan pers adalah perusahaan yang berbadan hukum yang menyelenggarakan usaha secara khusus di bidang pers, dengan cara menyalurkan ataupun menyiarkan informasi.
“Artinya bahwa perusahaan pers yang berbadan hukum, secara legalitas sudah terdata dan terdaftar. Dan semua perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat, dan penanggungjawab secara terbuka melalui media yang dimilikinya dan khusus media cetak nama dan alamat penerbit juga tercantum, dengan terpenuhi semua diatas maka perusahaan pers tersebut saya anggap telah resmi untuk menjalakan kegiatan usahanya,” terangnya.
Sedang wartawan yang melakukan kegiatan jurnalistik kata Arham, itu bekerja di perusahaan pers. Dalam menjalankan tugas jurnalistik, seorang wartawan harus berpedoman pada UU Pers dan Kode Etik Jurnalis (KEJ).
“Jadi menurut saya, seharusnya dewan pers benar-benar menjalankan fungsinya sebagaimana diamanahkan dalam UU Pers pada pasal 15 ayat 2, jangan malah sebaliknya terkesan antipati terhadap wartawan dan media yang belum terdaftar di dewan pers,” jelasnya.
Selanjutnya, jika dewan pers benar-benar memiliki tekad kuat untuk memfasilitasi organisai pers atau wartawan dan media agar terdaftar di dewan pers, maka ia selaku Pimpinan organisasi pers dan pimpinan perusahaan pers memberikan saran. Agar dewan pers menerbitkan surat edaran bahwa sertifikasi UKW dan sertifikasi media bukan syarat utama dalam menjalin kerja sama. Kemudian, dalam formulir pendataan media pers pengisian legalitas, khususnya pengisian nomor UKW dan kartu UKW tidak dijadikan *wajib diisi.
“Seharusnya pengisian kartu UKW jangan dijadikan keharusan dalam pengisian. Diterima saja semua media yang melakukan permohonan pendataan. Setelah dilakukan pendataan dan verifikasi barulah kemudian mengharuskan perusahaan media untuk mendaftarkan anggotanya dalam hal ini penanggung jawab media untuk mengikuti UKW sebagai syarat keanggotaan DP,“ pintanya.
"Ini baru pembinaan namanya. Dan ini cukup mudah melakukan pendataan media apalagi sudah dilakukan pendaftaran online dan ditunjang dengan bantuan anggaran dari pemerintah,” sambungnya.
Arham menyebut jika selama ini wartawan dan media yang banyak membantu pemerintah dalam mengungkap perilaku-perilaku penyimpangan seperti korupsi, umumnya tidak dan belum terdaftar di dewan pers.
Ia juga tidak menampik jika selama ini ada juga orang yang menyebut dirinya sebagai wartawan, memiliki media namun tidak berpedoman pada UU Pers dan kode etik jurnalis.
“Kami pun di AMJI-RI sangat mendukung pengembangan kompetensi wartawan, bahkan kompetensi dan penegakan kode etik adalah program utama kami namun kami menolak dengan tegas jika ada yang menyebut wartawan atau media yang tidak terdaftar di dewan pers itu tidak diakui atau tidak dilayani, kami tolak itu,” tegas Arham.
Terakhir Arham kembali menyerukan kepada seluruh insan pers, khususnya yang belum terdata dan terverifikasi di dewan pers agar senantiasa bersatu memperjuangakn kemerdekaan pers yang sesungguhnya. Jangan biarkan ada pihak-pihak tertentu membatasi ruang gerak para wartawan yang sesungguhnya.
"Pers adalah alat perjuangan dan bukan alat kekuasaan," tegasnya. (*)