Jakarta - Jak TW. Tumewan Ketua Umum Relawan Benteng Jokowi (BeJo) menyikapi isu dan wacana tuntutan agar Pilkada 2020 harus dengan pertimbangan matang. Ia menyarankan kepada Presiden Jokowi untuk mengukur urgensi Pilkada harus ditunda atau tidak ditunda, demi kebaikan bersama.
"Apabila dalam waktu satu atau dua bulan ini penyebaran Covid-19 meningkat tajam. Saya menyarankan Pak Jokowi untuk menunda Pilkada. Namun jika penyebaran pandemi Covid-19 masih bisa dikendalikan atau menurun, silahkan Pilkada 9 September 2020 dilaksanakan," kata Jak sapaan akrabnya, saat wawancara khusus dengan wartawan senior RB. Syafrudin Budiman SIP atau Gus Din, Senin (28/09/2020) di Jakarta.
Menurut Ketua Dewan Pendiri Koperasi Ekonomi Digital Indonesia (KDI) ini, Presiden Jokowi juga harus bisa mendengar aspirasi dan suara dari masyarakat soal wacana penundaan Pilkada. Baik aspirasi dari ormas Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Al Washliyah, PGI dan Komnas HAM, serta elemen Koalisi Tunda Pilkada 2020.
"Presiden Jokowi bisa mengundang mereka ke Istana Negara untuk urun rembuk dan mendengar aspirasi mereka (red-ormas dan lainnya). Pemerintah bisa menjelaskan alasan-alasan rasional kenapa Pilkada tidak bisa ditunda lagi," ujarnya.
Lanjutnya, Pemerintah harus menyerap aspirasi dari ormas-ormas besar seperti NU dan Muhammadiyah, sebab kalau diabaikan efeknya Covid-19 akan lebih jauh kedepan. Bagaimanapun kata Jak, kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat harus juga dilindungi dan diperhatikan.
"Saat ini sudah banyak anggota KPUD, Bawaslu, Paslon kandidat calon kepala daerah dan tim sukses yang terpapar Covid-19 di masa pendaftaran. Bahkan Ketua KPU RI Arief Budiman juga positif Covid-19, tentu penyebaran dan kluster baru Covid-19 di waspadai," ungkapnya.
Pemerintah dalam hal ini Presiden, Mendagri, KPU dan Bawaslu harus menerapkan aturan protokol kesehatan yang ketat di setiap tahapan Pilkada, mulai dari sosialisasi, kampanye, pencoblosan dan penghitungan suara. Sehingga penyebaran Covid-19 bisa diatasi dan bahkan dikurangi di masa Pilkada.
"Kalaupun Pilkada 2020 tetap dilaksanakan, saya berharap harus mengikuti protokol kesehatan yang ketat. Termasuk masa waktu dan hari pencoblosan yang diperpanjang untuk menghindari kerumunan massa," terang Jak menegaskan.
*Resesi dan Pemulihan Ekonomi Nasional di Tengah Covid-19*
Di tengah pandemi Covid-19 Indonesia saat ini mengalami ancaman atau menuju resesi ekonomi. Dalam ekonomi makro, resesi atau kemerosotan ekonomi ditandai ketika kondisi produk domestik bruto (PDB) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun.
Resesi akibat Covid-19 di Indonesia dapat mengakibatkan penurunan secara simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan. Bahkan, resesi sering diasosiasikan dengan turunnya harga-harga (deflasi), atau, kebalikannya, meningkatnya harga-harga secara tajam (inflasi) dalam proses yang dikenal sebagai stagflasi.
Menurut Jak Tumewang Ketua Umum Benteng Jokowi, sebuah resesi ekonomi yang berlangsung lama disebut akan menjadi depresi ekonomi. Dimana terjadi penurunan ekonomi secara drastis, yang biasanya akibat depresi parah, atau akibat hiperinflasi yang disebut kebangkrutan ekonomi (collapse economy).
"Nah sebelum Indonesia memasuki kemerosotan ekonomi atau resesi, dan bahkan depresi ekonomi yang bisa berakibat pada kebangkrutan ekonomi. Indonesia harus menahan laju resesi dengan menguatkan ekonomi-ekonomi kerakyatan yang menjadi fondasi kekuatan ekonomi nasional," kata Jak.
Katanya, memang ancaman resesi di Indonesia bukan disebabkan kegagalan perekonomian itu sendiri, namun disebabkan bencana kesehatan. Hal ini bukan hanya melanda Indonesia, namun seluruh dunia.
"Yang paling terkena dampak adanya PSBB ketat atau PSBB Longgar, bahkan Lock Down adalah sektor jasa, transportasi, pariwisata, perhotelan, ekonomi kreatif dan hiburan. Untuk itu demi memulihkan perekonomian nasional harus segera cepat melakukan bantuan stimulus kepada sektor-sektor terdampak tersebut," tukas Ketua Umum Himpunan Pengusaha Penggerak Pariwisata Nusantara (Hippan) ini.
Untuk kata Jak, pemerintah harus sedikit longgar dalam kebijakan pembatasan kegiatan perekonomian agar berjalan normal. Tentunya, tetap mengunakan pola adaptasi kebiasaan baru yang menetapkan protokol kesehatan.
"Pemerintah harus tetap menjamin berlangsungnya aktivitas ekonomi masyarakat, agar kegiatan ekonomi berjalan dan roda perekonomian bergerak. Jika tidak ada pergerakan sama sekali sangat berbahaya dan ekonomi bisa merosot jauh," jelasnya.
Terakhir kata Jak, pemerintah melalui Kementerian koperasi dan UKM harus secara transparan memberikan bantuan kepada Koperasi dan UMKM. Dengan adanya ancaman resesi ekonomi, koperasi harus digerakkan maksimal memperkuat roda dan perputaran ekonomi di masyarakat bawah.
"Sebenarnya dalam situasi Covid-19 ini dan ditengah runtuhnya ekonomi kapitalistis/liberal ini, menjadi kebangkitan ekonomi kerakyatan dalam bentuk koperasi dan UKM. Lewat koperasi dan UKM, tidak ada persaingan nyata dengan pemodal besar, sebab mereka lagi tiarap. Inilah momentum membangkitkan ekonomi kerakyatan yang berlandaskan gotong royong," pungkas Jak mengakhiri pasangannya. (red)
Penulis: RB. Syafrudin Budiman SIP
Foto/Video: RB. Syafrudin Budiman SIP